Setiawan Mangando

Rabu, 30 November 2011

LAPORAN EKOLA PRAKTIKUM LAPANGAN

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai biota laut baik flora maupun fauna (Nybakken, 1988).
Padang lamun merupakan ekosistem yang sangat tinggi produktifitas organiknya. Di daerah ini hidup bermacam-macam biota laut seperti Crustacea, Mollusca, cacing dan juga ikan.Ada yang hidup menetap dipadang lamun ada pula pengunjung setia. Beberapa jenis ikan misalnya berkunjung ke padang lamun untuk mencari makan atau memijah. Beberapa jenis biota lain yaitu, Duyung (Dugong dugong) yang merupakan mamalia laut yang makanannya adalah lamun terutama Syringodium isoetifolium (Nontji, 2002).
Secara ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, Crustacea, Mollusca (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), Echinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Arcbaster sp., Linckia sp.) dan cacing (Polichaeta) (Bengen, 2001).
Mengingat pentingnya fungsi lamun terhadap keberadaan organisme invertebrata seperti bintang laut, maka praktik lapang ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kerapatan dan penutupan lamun terhadap keberadaan bintang laut yang berasosiasi dengan lamun di pulau Barrang Lompo Makassar.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Praktik lapang ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kerapatan dan penutupan lamun terhadap kelimpahan invertebrata yang berasosiasi dengan padang lamun. Kegunaan praktik lapang ini adalah untuk memahami cara perhitungan kerapatan dan penutupan lamun serta kelimpahan invertebrata. Diharapakan pula mahasiswa memahami hubungan timbal balik antar organisme serta antar organisme dan lingkungannya yang berlangsung dalam ekosistem padang lamun.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup praktik lapang ini mencakup pengukuran kerapatan lamun, penutupan lamun, dan identifikasi invertebrata, serta perhitungan kelimpahan invertebrata yang berada di padang lamun. Pengukuran parameter lingkungan seperti salinitas, suhu, dan kecepatan arus sebagai faktor pendukung.

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Lamun
Lamun merupakan bentangan tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dari kelas Angiospermae. Lamun adalah tumbuhan air yang berbunga (Spermatophyta) yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkungan laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, dan berakar. Keberadaan bunga dan buah ini adalah faktor utama yang membedakan lamun dengan jenis tumbuhan lainnya yang hidup terbenam dalam laut lainnya, seperti rumput laut (seaweed). Hamparan lamun sebagai ekosistem utama pada suatu kawasan pesisir disebut sebagai padang lamun (seagrass bed). Secara struktural lamun memiliki batang yang terbenam didalam tanah, disebut rhizoma atau rimpang. Rimpang dan akar lamun terbenam di dalam substrat yang membuat tumbuhan lamun dapat berdiri cukup kuat menghadapi ombak dan arus ( (Menez, et al. 1998).
Lamun memiliki dua bentuk pembungaan, yakni monoecious (dimana bunga jantan dan betina berada pada satu individu) dan dioecious (dimana jantan dan betina berada pada individu yang berbeda). Penyerbukan terjadi melalui media air (penyerbukan hydrophyllous). Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif (Azkab,1999).
Ciri ekologis antara lain, yaitu terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir untukmengokohan perakarannya, hidup pada batas terendah daerah pasang surut agar suplai air dan nutrisi bias terpenuhi serta dekat hutan bakau atau di dataran terumbu karang, hidup di perairan tenang dan terlindungi, mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air, mampu hidup di media air asin, mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik. Lamun mempunyai peran penting ditinjau dari beberapa aspek diantaranya yaitu padang lamun memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia diperkirakan memiliki 13 jenis lamun. Selain itu padang lamun juga merupakan habitat penting untuk berbagai jenis hewan laut, seperti: ikan, Mollusca, Crustacea, Echinodermata, penyu, dugong, lamun dapat membantumempertahankan kualitas air, lamun dapat mengurangi dampak gelombang pada pantai sehingga dapat membantu menstabilkan garis pantai. Serta memberikan perlindungan pada biota disekitarnya, padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem ini, hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.,Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Arcbaster sp., Linckia sp.) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).
Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata (feeding Ground), tempat tinggal dan tempat asuhan biota perairan agar tidak tersapu arus laut (nursery ground), serta tempat memijah (spawning ground) melindunginya dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi (Romimohtarto dan Juwana, 1999).
2.2 Morfologi Lamun
Gambar 1. Morfologi lamun
Daun
Seperti pada monokotil lainnya, daun-daunnya diproduksi dari meristem dasar yang terletak di bagian atas rhizoma dan pada rantingnya. Hal yang unik pada daun lamun adalah dengan tidak adanya stomata dan terlihatnya kutikula yang tipis. Kutikula berfungsi untuk menyerap zat hara, walaupun jumlahnya lebih sedikit dari yang diserap oleh akar dan batangnya (Tomascik,1997).
Akar
Akarnya muncul dari permukaan yang lebih rendah daripada rhizoma dan menunjukkan sejumlah adaptasi tertentu pada lingkungan perairan (Tomascik et al. 1997). Struktur perakarannya memiliki perbedaan antara satu dan lainnya. Pada beberapa spesies memiliki akar yang lemah, berambut dan memiliki struktur diameter yang kecil. Sedangkan pada spesies lainnya akarnya ada yang kuat dan berkayu. Fungsi akar lamun adalah untuk mengabsorbsi nutrien dari kolom air dan bertindak sebagai penyimpanan untuk fotosintesa (Tomascik, 1997).
Rhizoma dan Batang
Struktur rhizoma dan batangnya sangat bervariasi di antara jenis-jenis lamun, sebagai susunan ikatan pembuluh pada stele (Den Hartog, 1970). Rhizoma bersama-sama dengan akar, menancapkan lamun pada substrat. Rhizoma biasanya terkubur di bawah sedimen dan membentuk jaringan luar (Tomascik, 1997).
Jenis-Jenis Lamun
Cymodocea rotundata
Ujung daun Cymodocea rotundata halus dan licin, tulang daun 9-15, bunga tunggal dengan lembaran daun bunga, akar cenderung serabut, tanpa cabang, dengan tonjolan kecil disetiap nodus, serta daun mempunyai 7 - 17 jari. Mempunyai rimpang yang liat, berwarna coklat muda dan putih di tunasnya, berbuku-buku dengan panjang antara 11 - 35,9 mm. Akar yang muncul dari setiap ruas berjumlah 1 – 3 buah (Endarwati, H. 2010).






Gambar 1.Cymodocea rotundata
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas: Monocotyledonae
Ordo: Helobiae
Famili: Cymodoceae
Genus:Cymodocea
Spesies:Cymodocea rotundata
Cymodocea serrulata
Ujung daun Cymodocea serrulata seperti gergaji, tulang daun 13-17, ujung daun bulat tumpul, tepi daun halus, leaf sheath menutupi daun secara penuh dan juga stem vertikal. Jantan dan pada individu yang berbeda. Bunga betina terbentuk berpasangan pada dasar daun; bunga jantan terbentuk dalam leaf sheath dan memanjang melebihi leaf sheath pada saat matang dan siap melepaskan benang sari.






Gambar 2.Cymodocea serrulata
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Helobiae
Famili : Cymodoceae
Genus : Cymodocea
Spesies :Cymodocea serrulata
Enhalus acoroides
Panjang daun Enhalus acoroides 300-1500 mm dan lebar 13-17 mm, rimpang berdiameter lebih 10 mm dengan rambut-rambut kaku. Daunnya bercabang dua (distichous), akar tertutupi dengan jaringan hitam dengan serat-serat kasar, tepi daun menggulung ke dalam, rhizoma tebal, terdapat pada daerah pantai yang terlindung dan di esturia dan hanya terdapat di daerah tropis (Endarwati, H. 2010).

Gambar 3.Enhalus acoroides
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Anthophytha
Kelas: Angiospermae
Subkelas: Monocotyledonae
Ordo: Helobiae
Famili:Hydrocharitacea
Genus:Enhalus
Spesies:Enhalus acoroides
Halodule pinifolia
Halodule pinifolia mempunyai tulang daun lebih dari tiga, ujung daun membulat dan menyerupai gergaji, daun datar, bunga tunggal dengan lembaran daun bunga, akar cenderung serabut tanpa cabang dengan tonjolan kecil pada setiap nodus. (Endarwati, H. 2010).

Gambar 4.Halodule pinifolia

Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi: Anthophyta
Kelas: Angiospermae
Subkelas: Monocotyledonae
Ordo: Helobiae
Famili: Cymodoceaceae
Genus: Halodule
Spesies:Halodule pinifolia


Halodule uninervis
Tulang daun tidak lebih dari 3, ujung daun seperti trisula, variasi morfologi yang sangat beragam dalam hal lebar (0,2-4 mm) dan panjang daun (5-25 cm). jantan dan betina pada individu yang berbeda, bunga terbentuk pada dasar dari leaf sheath, biasanya terkubur dalam sedimen dan hanya muncul ke permukaan substrat bila sudah matang. Biji melekat pada dasar dari shoot/rhizome selama berminggu sampai berbulan.







Gambar 5.Halodule uninervis
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas: Angiospermae
Subkelas: Monocotyledonae
Ordo: Helobiae
Famili: Cymodoceaceae
Genus:Halodule
Spesies:Halodule uninervis



Halophila decipiens
Daun Halophila decipiens berbentuk bulat panjang, berbentuk seperti telur atau pisau wali, pinggir daun bergerigi menyerupai gergaji, daun membujur seperti garis, biasanya panjang 50 ± 200 mm. Daunnya berpasangan, membentuk susunan seperti berbayangan atau terpisah menjadi petiole dan lembaran (Endarwati, H. 2010).


Gambar 6.Haloophila decipiens
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi: Anthophyta
Kelas:Angiospermae
Subkelas: Monocotyledonae
Ordo: Helobiae
Famili: Hydrocharitaceae
Genus:Halophila
Spesies:Halophila decipiens
Halophila minor
Daun Halophila minor bulat panjang, bentuk seperti telur atau pisau wali, panjang daun 5-15 mm, pasangan daun dengan tegakan pendek. Memiliki daun berbentuk bulat panjang menyerupai telur, mempunyai daun 4 – 7 pasang tulang daun, pasangan daun dengan tegakan pendek, serta mempunyai panjang daun 0,5 – 1,5 cm. Dapat tumbuh di perairan dangkal dengan substrat berpasir dan berlumpur atau kadang – kadang di terumbu karang.






Gambar 7.Halophila minor
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi: Anthophyta
Kelas: Angiospermae
Subkelas: Monocotyledonae
Ordo : Helobiae
Famili: Hydrocharitaceae
Genus: Halophila
Spesies: Halophila minor

Halophila ovalis
Mempunyai akar rimpang yang berbuku-buku. Daun berpasangan dengan tangkai daun yang kecil. Bentuk daun bulat memanjang, elips atau bulat telur, licin, daun bulan atau bentuk taji. Tumbuhan yang berdaun kecil terdapat pada habitat yang bersubstrat keras dan pasir disepanjang batas pasang surut. Sedangkan tumbuhan yang berdaun lebar terdapat pada habitat dengan substrat yang selalu tergenang. Jenis ini merupakan jenis dengan kemampuan toleransi suhu yang tinggi, jenis ini terdapat melimpah baik didaerah tropis maupun subtropis. (Endarwati, H. 2010).

Gambar 8.Halophila ovalis
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi: Anthophyta
Kelas: Angiospermae
Subkelas: Monocotyledonae
Ordo: Helobiae
Famili: Hydrocharitaceae
Genus: Halophila
Spesies: Halophila ovalis

Halophila spinulosa
Daun Halophila spinulosa bulat panjang, bentuk seperti telur atau pisau, daun dengan 4-7 pasang tulang daun, daun sampai 22 pasang, tidak mempunyai tangkai daun, tangkai panjang, bunga jantan dan betina berada pada individu yang berbeda, bunga muncul dari dasar daun, pada saat matang, buah menjulur keluar dari vertikel stem, mengandung sampai 30 biji kecil (diameter sekitar 0,5 mm). tepi daun bergerigi, daun baru muncul pada ujung verikel stem dan daun lama yatuh meninggalkan scars.











Gambar 9.Halophila spinulosa
Klasifikasi :
Kingdom: Plantae
Divisi: Anthophyta
Kelas: Angiospermae
Subkelas: Monocotyledonae
Ordo: Helobiae
Famili: Hydrocharitaceae
Genus: Halophila
Spesies: Halophila spinulosa

Syringodium isoetifolium
Daun pada Syringodium isoetifolium membulat atau meruncing, bunga menyebar dan terbuka, bentuk daun tipis dan berbentuk silindris/tabung berisi rongga udara dengan bentuk ujung daun yang agak meruncing, jantan dan betina pada individu yang berbeda,bunga terbentuk di sekitar stem vertikal, biji yang matang berwarna gelap dan berkulit keras yang licin, terdapat pada daerah subtidal (tergenang), coastal (pantai), dan terumbu, (Endarwati, H. 2010).


Gambar 10.Syringodium isoetifolium
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas: Angiospermae
Subkelas: Monocotyledonae
Ordo : Helobiae
Famili : Cymodoceae
Genus : Syringodium
Spesies : Syringodium isoetifolium

Thalassia hemprichii
Panjang daun Thalassia hemprichii antara 100-300 mm dan lebarnya 4-10 mm, daunnya bercabang dua (distichous), tidak terpisah, akar tidak tertutupi dengan jaringan hitam, serta dengan serat-serat kasar. Rimpang berdiameter 2-4 mm, tanpa rambut-rambut kaku. (Endarwati, H. 2010).

Gambar 11. Thalassia hemprichii


Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Hydrocharitaceae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus: Thalassia
Spesies: Thalassia hemprichii

Thalassodendron ciliatum
Thalassodendron ciliatum mempunyai daun berbentuk datar, bunga tunggal dengan lembaran daun bunga, akar memanjang dengan cabang satu atau lebih terdapat pada setiap 4 nodus, jumlah akar 1-5 dengan tebal 0,5-2 mm dan ujung daun seperti gigi. (Endarwati, H. 2010).

Gambar 12.Thalassodendron ciliatum
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi :Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Helobiae
Famili : Cymodoceaceae
Genus : Thalassodendron
Spesies : Thalassodendron ciliatum
2.4 Asosoasi Invertebrata (Pinna sp.) di Padang Lamun
Asosiasi invertebrate salah satunya adalah dari kelas Bivalvia, yaitu spesies Pinna sp. Bivalvia adalah salah satu kelompok makro invertebrata yang paling banyak diketahui berasosiasi dengan lamun di Indonesia, dan mungkin yang paling banyak dieksploitasi. Sejumlah studi tentang di subtropik telah menunjukkan bahwa bivalvia merupakan komponen yang paling penting bagi ekosistem lamun, baik pada hubungannya dengan biomassa dan peranannya pada aliran energi pada sistem lamun (Watson et al,1984).
Pinna sp. memanfaatkan padang lamun sebagai daerah asuhan untuk habitat atau tempat tinggal. Padang lamun juga melindungi Pinna sp. dari serangan predator karena Pinna sp. menancapakan cangkangnya pada substrat berpasir yang tertutupi oleh lamun sehingga tidak akan terlihat oleh predator Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi (Romimohtarto dan Juwana, 1999).
2.5 Faktor Lingkungan
Parameter yang mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan lamun adalah sebagai berikut ;
Suhu
Suhu merupakan faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme dilautan, karena suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme ataupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut (Hutabarat dan Evans, 1986). Toleransi suhu dianggap sebagai faktor penting dalam menjelaskan biogeografi lamun dan suhu yang tinggi di perairan dangkal dapat juga menentukan batas kedalaman minimum untuk beberapa spesies (Larkum et al., 1989). Kisaran suhu optimal bagi spesies lamun untuk perkembangan adalah 28°C-30°C, sedangkan untuk fotosintesis lamun membutuhkan suhu optimum antara 25°C-35°C dan pada saat cahaya penuh. Pengaruh suhu bagi lamun sangat besar, suhu mempengaruhi proses-proses fisiologi yaitu fotosintesis, laju respirasi, pertumbuhan dan reproduksi. Proses-proses fisiologi tersebut akan menurun tajam apabila suhu pereairan berada diluar kisaran tersebut (Berwick, 1983).
Arus
Arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut ata dapat pula disebabkan oleh gerakan periodik jangka panjang. Arus yang disebabkan oleh gerakan periodik jangka panjang ini antara lain arus yang disebabkan oleh pasang surut (pasut). Arus yang disebabkan oleh pasang surut biasanya banyak diamatidi perairan teluk dan pantai (Nontji,1993). Kecepatan arus perairan berpengaruh pada produktifitas padang lamun. Arus tidak mempengaruhi penetrasi cahaya, kecuali jika ia mengangkat sedimen sehingga mengurangi penetrasi cahaya. Aksi menguntungkan dari arus terhadap organisme terletak pada transport bahan makanan tambahan bagi organisme dan dalam hal pengangkutan buangan (Moore, 1958).
Pada daerah yang arusnya cepat, sedimen pada padang lamun terdiri dari lumpur halus dan detritus. Hal ini menunjukkan kemampuan tumbuhan lamun untuk mengurangi pengaruh arus sehingga mengurangi transport sedimen (Berwick, 1983 dalam Mintane,1998).
Salinitas
Salinitas atau kadar garam yaitu jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan ppm. Sebaran salinitas dilaut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 1993). Spesies padang lamun mempunyai toleransi yang berbeda-beda, namun sebagaian besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10-40‰. Nilai optimum toleransi lamun terhadap salinitas air laut pada nilai 35‰ (Dahuri et al,. 1996).
Kecerahan
Kecerahan perairan menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami, kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan proses fotosintesis. Kebutuhasn cahaya yang tinggi bagi lamun untuk kepentingan fotosintesis terlihat dari sebarannya yang terbatas pada daerah yang masih menerima cahaya matahari (Berwick, 1983 dalam Mintane, 1998). Nilai kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh kandungan lumpur, kandungan plankton, dan zat-zat terlarut lainnya (Birowo et al dalam Mintane 1998).
Kedalaman
Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal. Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia. Sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah (Hutomo 1997). Selain itu, kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan lamun. Brouns dan Heijs (1986) mendapatkan pertumbuhan tertinggi Enhalus acoroides pada lokasi yang dangkal dengan suhu tinggi. Selain itu di Teluk Tampa Florida ditemukan kerapatan Thalassia testudinum tertinggi pada kedalaman sekitar 100 cm dan menurun sampai pada kedalaman 150 cm (Durako dan Moffler 1985).
Nutrien
Dinamika nutrien memegang peranan kunci pada ekosistem padang lamun dan ekosistem lainnya. Ketersediaan nutrien menjadi fektor pembatas pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun pada perairan yang jernih (Hutomo 1997). Unsur N (Nitrogen)dan P (Fospor) sedimen berada dalam bentuk terlarut di air antara, terjerat/dapat dipertukarkan dan terikat. Hanya bentuk terlarut dan dapat dipertukarkan yang dapat dimanfaatkan oleh lamun (Udy dan Dennison 1996).
Substrat
Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik substrat. Di Indonesia padang lamun dikelompokkan ke dalam enam kategori berdasarkan karakteristik tipe substratnya, yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang (Kiswara 1997). Selanjutnya Noor (1993) melaporkan adanya perbedaan penting antara komunitas lamun dalam lingkungan sedimen karbonat dan sedimen terrigen dalam hal struktur, kerapatan, morfologi dan biomassa (Noor, 1993).
2.6 Kondisi Lamun dan Invertebrata Pulau Barrang Lompo
Pulau Barrang lompo terletak terletak di antara 119° 19’ 48” BT dan 05° 02’ 48” LS. Secara administratif Pulau Barrang Lompo merupakan wilayah desa yang berbentuk pulau. Luas wilayah daratan pulau Barrang Lompo adalah 89 hektar. Pulau Barrang Lompo terletak sekitar 12 km sebelah barat kota Makassar dan berada dikawasan Spermonde. Kepulauan Barrang Lompo merupakan pulau yang memiliki kondisi lamun yang masih alami, yang mempunyai substrat berupa pasir dan karang.
Terdapat enam spesies, yaitu Enhalus acoroides, Cymodecea rotundata, Halodule pinofolia, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, dan Syringodium isoetifolium. Lamun di perairan Laut Pulau Barrang Lompo yang mempunyai peranan sangat penting karena dapat menstabilkan substrat ataupun sedimen-sedimen yang masuk keperairan pulau Barrang Lompo. Padang lamun merupakan tempat berasosiasi bagi organisme invertebrata, seperti Pinna sp., Crustacea, Diadema setosum, bintang laut. Invertebrata tersebut mencari makan dan bertempat tinggal di padang lamun.

III METODE PRAKTIK LAPANG
3.1 Waktu dan Tempat
Praktik lapang dilaksanakan pada tanggal 24-25 September 2011. Bertempat di Pulau Barrang Lompo Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar, terletak di antara 119° 19’ 48” BT dan 05° 02’ 48” LS. Temasuk wilayah pemerintahan Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan. Pulau Barrang lompo terletak sekitar 12 km sebelah barat kota Makassar dan berada dikawasan Spermonde.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah kantong sampel yang berfungsi sebagai tempat menyimpan sampel, alat tulis menulis berfungsi untuk menulis hasil dari lapangan, sabak berfungsi untuk mencatat data dari lapangan, alat dasar berfungsi untuk membantu dalam pengambilan data, transek 1×1m2 berfungsi untuk menghitung kerapatan dan penutupan lamun.
Untuk pengukuran data oseanografi diperlukan layang-layang arus yang berfungsi sebagai alat bantu untuk menentukan kecepatan arus, stopwatch berfungsi untuk menghitung waktu yang digunakan pada layang-layang arus, kompas bidik berfungsi untuk menentukan arah arus, hand refractormeter berfungsi sebagai alat pengukur salinitas dan suhu, thermometer berfungsi sebagai alat pengukur suhu air laut. Adapun bahan yang digunakan, yaitu lamun untuk mengidentifikasi lamun, adapaun spesies yang ditemukan diantaranya Enhalus acoroides, Cymodecea rotundata, Halodule pinofolia, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, dan Syringodium isoetifolium yang berfungsi sebagai sampel untuk menghitung kerapatan/kepadatan jenis dan penutupan lamun, dan beberapa invertebrata, seperti Pinna sp., Diadema setosum, Crustacea dan bintang laut yang berfungsi, bsebagai objek untuk menghitung kelimpahan organisme, serta air laut untuk mengukur salinitas air laut.
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja praktik lapang, adalah menentukan lokasi pengamatan, kemudian meletakkan transek kuadran pada daerah pada daerah lamun yang telah ditentukan, untuk pengolahan data pertama-tama menghitung persentase tutupan lamun pada transek kuadran, dengan cara mengamati setiap tegakan lamun pada setiap kisi per jumlah keseluruhan kisi, setelah itu menghitung jumlah jenis lamun di setiap transek kuadran dan menghitung jumlah tegakan lamun disetiap kisi transek kuadran, serta menghitung jumlah individu invertebrate (sesuai pembagian jenis perorangan) yang berada didalam transek kuadran, selanjutnya mengulangi prosedur dari awal sampai akhir pada lokasi yang sama sebanyak 2 kali, yaitu Ulangan Padat I (ULP I) dan Ulangan Jarang I (ULJ I). Dan pada lokasi yang berikutnya juga dilakukan prosedur yang sama sebanyak 2 kali, yaitu Ulangan Padat II (ULP II) dan Ulangan Jarang II (ULJ II).
Pada pengukuran parameter oceanografi, yakni untuk mengukur salinitas menggunakan hand refractometer dengan cara mengambil setetes air laut, kemudian di teteskan di atas kaca hand refractometer setelah itu di tutup dengan penutupnya, kemudian melihat berapa nilai salinitas yang terdapat dalam kaca hand refractometer. Sedangkan untuk mengukur suhu digunakan thermometer, dengan cara thermometer di celupkan ke air laut melihat suhu yang terdapat dalam thermometer. Untuk mengukur kecepatan arus, digunakan layang-layang arus dengan cara layang-layang arus diletakkan diatas permukaan air laut, kemudian menyalakan stopwatch. Jika tali layang-layang arus sudah dalam posisi, kemudian mencatat waktu yang dibutuhkan tali layang-layang arus sampai dalam posisi lurus.
Pengolahan Data
Kerapatan/kepadatan Jenis
D=ni/A

Dimana D : kerapatan jenis (tegakan/1m2)
ni : jumlah tegakan spesies i (tegakan)
A : luas daerah yang disampling (1m2)

Tabel 1. Skala kondisi padang lamun berdasarkan kerapatan
Skala Kerapatan (ind/m2) Kondisi
5 ≥ 625 Sangat rapat
4 425 – 624 Rapat
3 225 – 424 Agak rapat
2 25 – 224 Jarang
1 < 25 Sangat jarang
Sumber : Amran dan Ambo Rappe,2009
3.4.2 Penutupan lamun
C=(Penutupan/kisi)/(Jumlah-kisi)×100 %
Dimana C = presentase penutupan lamun
3.4.3 Kelimpahan organisme
D=ni/A


Dimana D : kelimpahan individu/1m2
ni : jumlah seluruh individu perspesies (transek)
A : luas daerah yang disampling (1m2)


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerapatan dan Penutupan Lamun
Ekosistem padang lamun yang berada di sebelah Tenggara pulau Barrang Lompo yang juga merupakan lokasi pengamatan diketahui penutupan lamun pada ULP II sebanyak 84% dan ULP II sebanyak 94% dan pada ULJ I sebanyak 30% serta pada ULJ II sebanyak 50%, sedangkan kerapatan lamun pada ULP I dan ULP II memiliki kerapatan lamun yang sama sebanyak 1045 m2 termasuk dalam kondisi sangat rapat, pada ULJ I sebanyak 140 m2 termasuk dalam kondisi jarang dan pada ULJ II sebanyak 225 m2 termasuk dalam kondisi agak rapat, dari perhitungan yang telah dilakukan dan kondisi padang lamun termasuk dalam kategori agak rapat, kondisi ini berdasarkan skala kerapatan lamun yang dikutip dalam Amran dan Ambo Rappe (2009). Hal ini dapat dilihat lebih jelas pada tabel 2 dan tabel 3.
Tabel 2. Tabel kerapatan lamun stasiun pengamatan
No ULP I ULP II ULJ I ULJ II
1 48 38 0 8
2 36 41 13 16
3 52 37 3 10
4 56 32 12 5
5 17 61 0 6
Total 209 209 28 45

Tabel 3. Tabel penutupan lamun stasiun pengamatan
No ULP I ULP II ULJ I ULJ II
1 21 3,5 7,5 12,5

Lamun yang ditemukan di stasiun pengamatan dapat ditemukan 6 (enam) jenis lamun dari 12 jenis lamun yang ada di Indonesia, seperti Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, Cymodocea rotundata, dan Halophila ovalis. Dari tabel diatas dapat kita ketahui, bahwa lamun yang berada di lokasi pengamatan tergolong dalam kondisi lamun agak rapat.
Kelimpahan Pinna sp.
Tabel 4. Data Kelimpahan Pinna sp.
Ulangan Keberadaan Pinna sp.
ULP I +
ULP II +
ULJ I +
ULJ II +
Pada praktik lapang ini pada setiap stasiun ditemukan species Pinna sp. yang merupakan hewan kelas Bivalvia yang mempunyai 2 (dua) cangkang yang memanfaatkan padang lamun atau ekosistem lamun sebagai daerah asuhan atau habitat dengan menancapkan diri pada substrat berpasir yang tertutupi oleh laun.
Pinna sp. ditemukan pada semua stasiun baik di ULP I, ULP II, ULJ I maupun pada ULJ II. Namun lebih banyak ditemukan pada satsiun di ULP I dan ULJ I yang masing-masing sebanyak tujuh dan enam species, sedangkan pada ULP II dan ULJ II masing-masing sebanyak satu dan tiga species. Pinna sp. tidak hanya hidup di ekosistem lamun tetapi juga dapat hidup di ekosistem lain, sehingga kerapatan dan penutupan lamun tidak memengaruhi kelimpahan Pinna sp..
Parameter Lingkungan
Hasil dari parameter lingkungan yang diukur pada setiap pengulangan dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Tabel parameter lingkungan
Pengukuran ULP1 ULP2 ULJ1 ULJ2
Suhu (°C) 33 32 35 32
Salinitas (‰) 35 35 35 35
Kecepatan Arus (m/s) 0,034 0,03 0,03 0,03
Arah Arus (°BT) 80 80 80 80
Waktu 14.10 14.46 14.39 15.30
Kisaran suhu yang didapatkan pada stasiun pengamatan yaitu 32oC-35oC ini termasuk kedalam kisaran pertumbuhan lamun, ini didukung oleh pernyataan Berwick (1983) yang menyatakan kisaran suhu optimal bagi spesies lamun untuk perkembangan adalah 28°C-30°C, sedangkan untuk fotosintesis lamun membutuhkan suhu optimum antara 25°C-35°C dan pada saat cahaya penuh.
Salinitas yang didapatkan pada stasiun pengamatan yaitu 35‰ dan menurut Dahuri et al,. (1996) spesies padang lamun mempunyai toleransi yang berbeda-beda, namun sebagaian besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10-40‰. Nilai optimum toleransi lamun terhadap salinitas air laut pada nilai 35‰.Sehingga dapat disimpulkan bahwa salinitas di tiap stasiun sesuai untuk pertumbuhan lamun.
Arus yang di dapat dari hasil praktikum pada keempat stasiun yaitu untuk ULP I dan ULP II masing-masing 0,034 m/s dan 0,03 m/s. Kecepatan arus pada ULJ I dan ULJ II masing-masing 0,03 m/s dan 0,03 m/s. Menurut Dahuri, et al 2004 kecepatan arus yang dapat di tolerir oleh lamun berkisar 0,5 m/detik. Sehingga berdasarkan data parameter arus diatas lamun masih dapat tumbuh di tempat tersebut.


V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, pada kondisi lamun di pulau Barrang Lompo dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kerapatan dan penutupan lamun tidak berpengaruh terhadap kelimpahan invertebrata Pinna sp. Tetapi padang lamun memberikan manfaat yang besar bagi Pinna sp. Dimana lamun menjadi habitat Pinna sp. Dan dapat berfungsi sebagai tempat perlindungan dari mangsa.

5.2 Saran
Adapun saran agar laporan ini tidak hanya dibaca oleh mahasiswa/i kelautan saja, tetapi bisa dipublikasikan diluar jurusan kelautan agar pengetahuan mengenai lamun dapat bertambah, dan bagi pembaca diharapakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kondisi padang lamun di pulau Barrang Lompo.



DAFTAR PUSTAKA
Amran,M A and Ambo Rappe,R.2009. Estimation of Seagrass Coverage By Depth Inveriant Indices On Quickbird Imagery.Research Report Dipa Biotrop.
Azkab M.H,.1999. Kecepatan tumbuh dan produksi lamun dari Teluk Kuta, Lombok.Dalam:P3O-LIPI, Dinamika komunitas biologis pada ekosistem lamun di Pulau Lombok, Balitbang Biologi Laut, Pustlibang Biologi Laut LIPI,Jakarta.
Bengen,D.G.2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Berwick,N.L. 1983. Guidelines for Analysis of Biophysical Impact to Tropical Coastal Marine Resources.The Bombay Natural History ociety Centenaty Seminar Conservation in Developing Countries-Problem and Prospects,Bombay:6-10 ecember 1983.
Brouns, J.J.W.M. dan F.M.L. Heijs 1991. Seagrass ecosystem in the Tropical West Pacific. p. 371-387. Dalam: Mathieson, A.C. dan P.H. Nienhuis (Eds.) Ecosystem of the world 24: Intertidal and littoral ecosystem. Elsevier. Amsterdam. xiii + 564 pp.
Dahuri,R.,J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Den Hartog, 1970. The seagrass of the world. North Holland Publising Company.London.
Endarwati, H. 2010. Modul 2, Botani Laut.
E.G. Menez. dan Philips, R.C, 1998. Seagrasses. Smithsonion Institution Press. Washington D.C. 104 hal. Hutabarat dan Evans.1983.Pengantar Oceanografi.UI-Press.Jakarta.
Hutabarat,S dan S.M Evans, 1986. Pengantar Oseanografi. UI-Press. Jakarta.
Hutomo,H. 1997. Padang lamun Indonesia :salah satu ekosistem laut dangkal yang belum banyak dikenal.Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.35 pp.
Kiswara, W dan M. Hutomo,. 1985. Habitat Dan Sebaran Geografik Lamun. Oseana, Volume X, Nomor 1 : 21- 30. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Menez, E.G.,R.C. Phillips dan H.P.Calumpong. 1983. Sea Grass from the Philippines. Smithsonian Cont. Mar. Sci. 21. Smithsonian Inst. Press, Washington.
MOORE, H.B. 1966. Ecology of echinoids. In: BOO-LOOTIAN, R.A (ed.).Physiology of Echinodermata. Wiley Interscience, New York: 73–86.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta
Noor, Y.R., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Mangroves Identification
Guidelines in Indonesia. Wet Land International—Indonesia Programme. Bogor.220p.
Nybakken J,.W. 1988. Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis.Gramedia. Jakarta.
Romimohtarto,K. dan S. Juwana. 1999. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Biota Laut. 337-342. Penerbit LIPI. Jakarta. xii+456h
http://tulisanzhi.blogspot.com/2010/06/laporan-praktikum-sumberdaya-perikanan_9075.html) (diakses tanggal 20 Oktober 2011 pukul 10.00 WITA)
http://itk.fpik.ipb.ac.id/SIELT/lamun.php?load=deskripsi.php (diakses tanggal 20 Oktober 2011 pukul 10.30)

4 komentar:

  1. makasih infonya mas,ijin copas ya,buat refrensi tugas

    BalasHapus
  2. kak tidak capek2 ma lagi buat laporan di pulau nanti. hahahahahahha

    BalasHapus
  3. apa lo kate... Jgan di copy paste... Liat2 jga siapa tau ada yang salah.. Dibaca baru di edit

    BalasHapus